Aih, inilah akibatnya kalau malas baca Alquran. Sekali ketemu hal baru, langsung kelagapan. Hal baru itu: tanwin dalam fi‘il (kata kerja).
Dalam ilmu Nahwu, tidak ada ceritanya tanwin dalam fi‘il. Setiap kata yang bertanwin, bisa dipastikan itu pasti isim (kata benda). Sebuah kata bisa dipastikan berupa fi‘il jika ia didahului oleh qad, sîn, saufa atau ta‘ ta‘nits sâkinah.
Saat baca Surat Yusuf demi menyambut lahirnya generasi baru, terbaca ayat ke-32. Di situ tertera penggalan ayat:
ليكونًا من الصاغرين
Saya refleks tergelagap. Apa-apaan ini kok ada fi‘il ditanwin? Apa karena penulis mushaf ini typo?
Saya sambar Alquran lain dari penerbit berbeda, ternyata sama saja. Tulisannya persis seperti itu. Berarti bukan typo. Lalu apa? Apa ada perkecualian kasus khusus di mana fi‘il boleh ditanwin?
Ternyata oh ternyata, itu bukan kesalahan. Fi‘il yang dibaca tanwin itu benar adanya. Itu hanya salah satu cara untuk membaca dan menuliskan nûn ta’kîd. Apabila biasanya nûn ta’kîd ditulis ن, maka alternatifnya adalah ditulis dengan alif dan dibaca tanwin. Demikian penjelasan Al-Qurthubî dalam tafsirnya yang saya baca di aplikasi Alquran di ponsel saya.
Kasus fi’il dibaca tanwin begini bukan satu-satunya di Surat Yusuf: 32. Dalam Al-Alaq: 15 juga ada kasus serupa:
كلا لئن لم ينته لنسفعًا بالناصية
Dengan demikian, teranglah bahwa pada dasarnya itu bukanlah fi’il yang dibaca tanwin, melainkan nûn ta’kîd yang dibaca tanwin.
Masalah ini terjawab sudah.[]
Leave a comment