Buku: Aleph

Buku: Aleph

[Judul: Aleph | Penulis: Paulo Coelho | Penerbit: Gramedia Pustaka Utama | Tahun Terbit: 2013 | Halaman: 312]

Ada yang salah dari novel Paulo Coelho ini. Ceritanya membosankan.

Ini tak seperti biasanya–atau lebih tepatnya tidak mirip The Alchemist. Padahal ceritanya sama-sama tentang seseorang yang sedang melakukan perjalanan jauh, lalu ketemu hal-hal yang sulit ketampung nalar, lalu menemukan jawaban di akhir cerita meski tak harus selalu tegas.

Idenya juga sama-sama tentang perjalanan spiritual, yakni upaya menemukan pencerahan demi transformasi diri. Di novel Aleph ini malah lebih nakal lagi, sebab dimasukkan unsur inkarnasi dalam jalan ceritanya. Tapi tetap saja saya dihinggapi rasa bosan mengikuti alurnya.

Tepat seperti yang dikatakan pemilik buku ini (saya meminjamnya dari seorang teman), novel Aleph ini seperti ingin mengulang sukses The Alchemist, tapi gagal total!

***

Paulo Coelho di novel ini terlalu banyak menggurui. Di beberapa dialog, saya merasa ada penempatan-penempatan yang kurang pas ketika dia mau membicarakan teori-teori besar dan rumit. Seperti ketika sosok “aku” beradu mulut dengan Hilal, misalnya, tiba-tiba sosok “aku” bercerita tentang asal-usul kata inkarnasi dalam bahasa Yunani Kuna. Hei, ini cekcok apa ceramah kuliah, sih?

Beberapa kesalahan penempatan dialog semacam ini bisa ditemui di beberapa tempat. Ini cukup fatal. Pembaca jadi kurang menikmati suasana.

***

Lebih dari itu, gagasan utama novel ini sebetulnya cukup bagus. Coelho memanfaatkan tema “memaafkan” dalam alur lintas generasi, menjadikannya harus ditanggung oleh sosok “aku” yang hidup beberapa abad kemudian melalui inkarnasi.

Sosok “aku” harus bertemu dengan delapan perempuan yang di kehidupan sebelumnya semuanya terbunuh akibat kepengecutannya untuk mengakui nurani dan kata hatinya. Novel ini bercerita tentang pertemuannya dengan Perempuan Kelima, bernama Hilal, dalam sebuah perjalanan lintas Siberia melalui kereta api.

Tidak hanya kata maaf yang berhasil sosok “aku” peroleh, namun, lebih dari itu, juga beragam pengalaman yang memang digariskan harus dia lewati bersama Hilal. Upaya untuk menjelaskan bahwa di kehidupan sebelumnya mereka pernah bertemu pun cukup sulit, namun sosok “aku” tak mau sekedar bilang kepada Hilal, lebih dari itu dia ingin agar Hilal mengalaminya sendiri. Pada momen-momen tertentu, mereka berdua mengalami Aleph, melintasi waktu untuk melihat kehidupan mereka sebelumnya. Itulah jalan pemahaman yang paling meyakinkan.

Leave a comment

I’m Hilal

Welcome to Kurusetra, my cozy corner of the internet dedicated to all things creative and delightful. Let’s seize the day!

Let’s connect